Monday, March 28, 2011

0 Pembentukan Karakter Melalui Transfer Ilmu

(Tulisan ini saya persembahkan kepada rekan-rekan astra Katomz sesama penggila, pencinta dan penikmat sepakbola. Tulisan ini pernah dimuat di rubrik Oposan tabloid Bola edisi 2.162)


Seantero negri ini sedang memberikan sanjungan setinggi langit kepada seorang Alfred Riedl yang dikenal tegas dan mengutamakan kedisiplinan. Sebenarnya ia bukan orang pertama, kita juga masih ingat sosok seorang Petr Withe yang berhasil menyugukan permainan atraktif, atau Ivan Kolev yang piawai dalam memompa semangat. Tetapi, hingga saat ini nyaris tidak ada sosok lokal yang mampu menggantikan peran mereka. Terakhir, Benny Dollo yang menahkodai timnas kita justru tak mampu mambawa kemajuan. Sebenarnya ada Rahmad Darmawan yang disebut-sebut memenuhi kriteria sebagai peramu taktik top dengan bukti trofi bagi Persipura dan Sriwijaya FC, namum ia belum teruji dalam menangani timnas.



Sepakbola kita bukan hanya "mandek" dari segi prestasi, tapi juga dalam hal transfer ilmu. Masuknya pelatih asing berkualitas bagus sebenarnya bukan hanya harus dimanfaatkan para pemain, tetapi juga pelatih lokal untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya dan mengadopsi dari pola latihan hingga taktik. Berhasil menjadi juara di tingkat apapun dengan pelatih lokal tentu menambah gengsi tersendiri, yang secara tak langsung juga menunjukkan kemandirian sepakbola dalam negri. Piala AFF 2010 melejitkan nama Rajagobal sebagai orang Malaysia asli dan berhasil memberikan gelar bagi negaranya. Di ajang piala dunia juga demikian, Spayol (2010), Itali (2006), dan Brasil (2002) adalah tim yang berhasil membawa pulang trofi piala dunia dengan pelatih lokalnya, yakni Del Bosque, Lippi, dan Fereira.




Mari kita berkaca dari sepakbola Inggris yang timnasnya juga sedang puasa gelar. 5 besar klasemen EPL hingga pekan ke-27 berturut-turut adalah Man. United, Arsenal, Man. City, Tottenham, dan Chelsea. Tercatat hanya seorang Hary Redknapp yang merupakan orang Inggris tulen, 4 kompetitor lainnya adalah pria asing,  Alex Ferguson dari Skotlandia, Arsene Wenger dari Perancis, dan Roberto Mancini dan Ancelotti dari Itali. Hal ini berimbas ke timnas Inggris, mereka pun akhirnya meminta "sihir" seorang Capello yang juga berkebangsaan Itali untuk menangani Lampard cs. Orang Inggris terakhir yang menangani timnas Inggris ialah Steve McCLaren, yang sebelumnya membesut Middlesbrough dan justru berakhir tragis dengan tidak mampu lolos ke putaran final Piala Eropa 2008.



Bila Inggris seperti kesulitan mencari pelatih lokal yang mumpuni, beda cerita dengan Itali. Negeri yang terkenal dengan Pizza-nya ini seakan-akan kelebihan stok pelatih berkualitas hingga mereka pun harus hijrah kenegara-negara lain. Selain Mancini, Ancelotti, dan Capello di Inggris, ada pula Luciano Spalletti di Rusia dan Zaccheroni di Jepang. Belum lagi ada Di Matteo atau Zola sebelum dipecat WBA dan West Ham. Kompetisi dalam negri pun diramaikan oleh allenatore asli Itali. Tercatat hanya Inter yang tidak diarsiteki orang Itali asli di 5 besar klasemen sementara Serie A Italia hingga pekan ke-25.



Spanyol juga seakan tak mau kalah. Di 5 besar klasemen hanya Mourinho yang mampu menyelinap masuk diantara pelatih-pelatih asli Spanyol. Bahkan mereka pantas jumawa karena Guardiola (40), Unay Emery (43), atau Quique Sanchez Flores (46) adalah pelatih dengan usia sangat belia untuk seorang pelatih utama sebuah klub, tetapi mereka mampu menunjukkan kinerja luar biasa. Federasi sepakbola Spanyol pun tampaknya tak akan kesulitan mencari suksesor Del Bosque dimasa depan.



Keputusan klub-klub untuk mempercayakan orang pribumi sebagai arsitek tim automatically akan berimbas positif kepada tim nasional. Benefit inilah yang tidak dirasakan Inggris, mereka kesulitan mencari pelatih lokal berkualitas karena klub-klub papan atas mereka mempercayakan posisi krusial ini kepada orang asing. Saat ini Inggris tidak bermain dengan karakter mereka sendiri dikarenakan mereka ditukangi oleh Capello yang meskipun sudah melanglang buana tetapi tetap saja karakter permainan Itali tetap melekat erat dalam dirinya. Timnas yang dilatih oleh pelatih lokal akan mampu bermain dengan karakter mereka sendiri. Kemampuan Brasil bermain dengan jogo bonito, Spanyol dengan tiki-taka, Belanda dengan total voetball, atau Itali dengan pertahanan kokohnya dikarenakan dibesut oleh orang yang berkarakter setipe dengan karakter asli tim.



Namun, sesungguhnya titik awal dari perkembangan pelatih-pelatih Spanyol dan Itali ialah kemampuan mereka dalam menyerap ilmu dari pelatih-pelatih asing dengan cepat dan tepat, yang kemudian dikolaborasikan tanpa meninggalkan karakter permainan asli negara mereka masing-masing. Terbukti dengan Itali yang tak lagi cuma mengandalkan pertahanan tetapi juga mamiliki serangan mematikan, atau Belanda yang tak hanya piawai menyerang namun juga mamiliki pertahanan yang kokoh. Titik inilah yang belum dicapai oleh pelatih-pelatih lokal kita. Mendatangkan seorang Fatih Terim pun akan terasa percuma bila tidak ada transfer ilmu dari sang guru kepada murid. Kita tak perlu malu dan sungkan untuk belajar dari orang lain.



Sepakbola kita sendiri sesungguhnya belum memberikan batasan yang jelas seperti apa karakter permainannya. Karena, seperti halnya Inggris, kita masih bergantung kepada pelatih asing dan diperparah transfer ilmu yang lamban. Nah, mumpung saat ini ada seorang Alfred Riedl yang bukan pelatih kacangan, mari kita serap ilmunya, optimalkan kompetisi lokal sebagai lahan untuk bereksperimen, sajikan dengan karakter hasil bentukan kita sendiri, dan sebagai output kedepannya niscaya pelatih-pelatih lokal kita akan berbicara banyak di level yang lebih tinggi. Ingat, masa depan ada ditangan kita sendiri, dan sudah saatnya kita melepaskan ketergantungan.

0 comments:

Post a Comment

 

Gemahpedia Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates