Kemudian Inter menunjuk Gasperini untuk menangani tim. Pemilihan yang cukup mengagetkan insan sepakbola memang, karena hampir seluruh karir kepelatihan Gasperini hanya berkutat dengan klub-klub medioker. Seperti yang sudah diprediksi, Gasperini tak kan bertahan lama di kursi panas pelatih Inter Milan. Pasca kekalahan dari tim promosi Novara, Gasperini pun didepak!
Nah, yang kedua adalah penunjukan Claudio Ranieri untuk menggantikan Gasperini. Entah mitos atau bukan, Ranieri adalah spesialis runner-up. Dan ini sangat menarik apakah Inter berhasil melanjutkan "tradisi" ini. Kita mulai dari Chelsea. Ketika raja minyak Rusia, Roman Abaramovic mengakuisisi kepemilikan Chelsea, Ranieri diberikan keleluasaan untuk membangun tim. Namun, gelar pertama bagi Chelsea di era Abramovic justru datang ketika Mourinho didaulat sebagai pelatih. Ranieri hanya mampu mengantar Chelsea finis diperingkat kedua. Karir pria Itali ini berlanjut ketika menangani Juventus pasca promosi dari Serie-B. Mengusung misi untuk segera kembali berjaya diranah Itali, Juventus hanya mampu finis di peringkat kedua. Namun daya pikat Ranieri tak habis, kali ini serigala ibu kota Italia, AS Roma, menunjuknya sebagai pelatih. Asa sempat memuncak tinggi ketika AS Roma berhasil menduduki peringkat satu ketika liga memasuki pekan-pekan akhir. Dan, ketika AS Roma gagal melewati hadangan Sampdoria, Inter Milan kembali merebut puncak klasemen dan mempertahankannya hingga akhir musim. AS Roma harus puas finis di peringkat kedua.
Mourinho memang terkenal arogan, tetapi psy war -nya yang mencap Ranieri dengan Mr. Runner-Up rasanya tak berlebihan bila kita menilik CV Ranieri. Namun, bagi saya, penunjukan Ranieri adalah opsi yang terbaik. Meskipun ia gagal mempersembahkan gelar, ia adalah pelatih yang tak fanatik dengan formasi dan gaya bermain. Ia tak akan gengsi untuk mengadopsi gaya bermain pelatih-pelatih pendahulunya, dan sosok yang seperti inilah yang sangat dibutuhkan Inter Milan mengingat Mourinho telah mewariskan skuad yang mumpuni bagi Inter Milan sebelun hijrah ke Madrid. Ketika di Juventus, pakem 4-4-2 tak canggung diterapkannya, pindah ke AS Roma taktik Luciano Speletti berupa 4-2-3-1 tak sungkan untuk dimaksimalkan.
Jadi, tradisi juara Inter Milan, atau kah tradisinya sendiri yang mampu dilanjutkan? Sebagai Milanisti pastinya saya berharap ia mampu melanjutkan prestasinya itu, pun halnya dengan Anti Inter Squad lainnya. Menarik untuk ditungguh kiprahnya musim ini. Bagaimana, Mr. Runner-Up?
0 comments:
Post a Comment