Friday, May 4, 2012

0 Pemeran Antagonis Sepakbola Modern

 "Dewasa ini permainan menyerang kerap dibumbui aksi diving dan permainan bertahan dihiasi kontak fisik yang cenderung ekstrim"
 Inggris adalah tanah lahirnya sepakbola, dan disana pula terdapat kompetisi tertua sedunia dan liganya yang dikenal terbaik seantero jagad. Namun bila kita menengok paling tidak 1 lustrum kebelakang, kiblat sepakbola telah berpindah ke Semenanjung Iberia, barat daya Eropa. Ya, tanah itu adalah Spanyol. Dan pergeseran kiblat dunia sepakbola ini harus diakui salah satunya karena dominasi Barcelona di Eropa. Nyaris di semua kompetisi yang mereka ikuti menampatkan klub yang bermarkas di Camp Nou ini pada unggulan pertama.

Jutaan hingga milyaran pasang mata tak hanya tertegun dengan rekor demi rekor yang telah terpatri, tetapi merasa seakan tak percaya ketika Barcelona kalah dari tim lain.Pada 2010 lalu, publik tentu masih ingat bagaimana ekspresi Jose Mourinho di Camp Nou ketika berhasil menyingkirkan anak asuhan Guardiola pada babak semifinal Liga Champions dan menjadi juara setelah mengalahkan Bayern Muenchen di kandang Real Madrid.


Kurang lebih 2 tahun berselang, pada ajang dan babak yang sama, dan pada tempat yang sama yakni Camp Nou, Barcelona kembali harus tertunduk lesu ketika mereka gagal melangkah ke final setelah disingkirkan Chelsea. Barcelona pun harus mengubur dalam-dalam impian mereka untuk menjadi juara back to back Liga Champions.


Entah kenapa, selalu ada pandangan skeptis dari publik ketika Bercelona kalah dan tersingkir. Setidaknya kita bisa menerka, alasan utamanya adalah taktik bermain yang diterapkan Inter Milan dan Chelsea. Mourinho dan Di Matteo benar-benar mampu membuat pemain Barcelona frustasi dengan taktik yang mereka terapkan. Kuncinya sama, catenaccio dan counter attack.


Pada 2010 di Giuseppe Meazza, Inter Milan menang 3-1 lewat permainan yang efektif. Tak banyak menguasai bola dan mampu mengkonversi peluang sekecil apa pun menjadi gol. Di Camp Nou mereka tak mampu membuat gol, yang mereka lakukan adalah bertahan dan bertahan. Alhasil, Barcelona hanya mampu mencetak satu gol dan itu tak mampu untuk menyamakan agregat gol.


Pada 2012 di Stamford Bridge, Barcelona seakan déjà vu dengan permainan Chelsea, mengingatkan mereka dengan pertandingan 2 tahun lalu di Italia. Adalah Drogba yang mencetak satu-satunya gol pada pertandingan itu setelah memanfaatkan kesalahan kecil yang dibuat Messi. Melawat ke Spanyol, Chelsea pantas jumawa karena justru mampu membuat 2 gol untuk memaksa hasil akhir menjadi 2-2 hanya dengan 10 orang pemain setelah John Terry diusir wasit.


Usai pertandingan itu, Chelsea banjir pujian dan juga makian. Di Inggris tentu saja mereka dielu-elukan karena menjadi penyelamat muka sepakbola Inggris sekaligus penegasan bahwa kiblat sepakbola itu belum sepenuhnya berpindah ke Spanyol. Namun dilain pihak mereka dikecam karena taktik mereka yang anti football atau bahkan menjurus ke character assassination terhadap permainan Barcelona yang indah dan menyerang. Nada sinis dan skeptis salah satunya keluar dari legenda Jerman, Gunter Netzer. Menurutnya, Chelsea memperagakan permainan yang konyol dan menghalalkan segala cara untuk mencapai final, bahkan bukan tak mungkin dengan cara yang sama untuk merengkuh trofi Liga Champion pertamanya kelak.


Namun sebagai seseorang yang netral (bukan fans Barcelona dan Chelsea), saya menilai bahwa permainan Chelsea sama sekali tak mencederai sepakbola. Tak ada aturan yang melarang permainan ultra defensive dan Chelsea tak melanggar aturan apapun. Mereka bermain dengan sportif, aksi-aksi 'teatrikal' pun tak banyak terjadi. 3 gol yang dicetak Chelsea di 2 leg semifinal lahir dari permainan fair dan bukan dari penalti kontroversi atau 'hadiah' dari sang pengadil.


Bermain seperempat lapangan dan hanya menempatkan satu striker didepan jelas bukan pertanda bahwa Chelsea tim pengecut yang tak berani bermain keluar menyerang untuk meladeni Barcelona. Sebagai caretaker, Di Matteo patut disanjung karena kecerdasannya dalam mengambil keputusan. Sadar bahwa ia hanya pejabat sementara dan mulai bekerja saat kompetisi sudah bergulir, ia pun tak punya banyak pilihan mengenai komposisi pemain. Lantas, ia hanya menerapkan strategi yang dirasa tepat dengan karakter pemain-pemainnya. Patut diingat, beberapa pilar Chelsea saat ini adalah warisan dari Mourinho.


Mendaratnya berbagai cibiran dan kritikan ke kubu Chelsea hanya karena publik yang kadung jatuh cinta dan terhibur dengan permainan Barcelona. Di Matteo jelas lebih mengutamakan tiket final ketimbang standing applause dari penononton karena mereka bermain menyerang meskipun harus kalah dan tersingkir.


Pencinta konsep total football dan anti football selalu bersebrangan dan tak bisa bertemu dalam satu persepsi yang sama. Dewasa ini permainan menyerang kerap dibumbui aksi diving dan permainan bertahan dihiasi kontak fisik yang cenderung ekstrim. Dua-duanya menandakan bahwa kedua konsep ini bukanlah konsep yang maha benar dan tanpa cacat. Menyerang dan bertahan adalah dua konsep yang bersebrangan dan keduanya dihalalkan dalam sepakbola. Hanya saja, bila ini dituang dalam kisah sinetron, permainan bertahan terkadang berperan sebagai pemeran antagonis.

0 comments:

Post a Comment

 

Gemahpedia Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates