Monday, February 24, 2014

4 Pekerjaan Bangsa

Usia saya sudah menginjak angka 23, lebih 2 bulan kira-kira sejak tulisan ini. Tapi kalau boleh jujur, belum ada sesuatu yang berarti saya sumbangkan kepada negara. Idealisme dan semangat tinggi saya ketika berada di bangku SMA ternyata masih mentah, belum ada apa-apa yang mampu saya perbuat untuk Indonesia. Namun ada satu impian bagi saya untuk ikut terlibat dalam kemajuan bangsa, yaitu lewat sepakbola.

Saat penyelenggaraan SEA GAMES 2011 di Indonesia saya sempat melemparkan guyonan. Pernyataan itu seperti halnya bumerang, dilempar dan kembali kepada si pelempar. Kurang lebih berbunyi seperti ini:

"Kalian lihat pemain Timnas sepak bola kita, mereka semua masih muda dan sudah melakukan sesuatu untuk membela negara. Lah kita?"

Semakin menohok lagi ketika melihat adik-adik di Timnas U-19 berhasil menggondol juara satu di Piala AFF 2013 dan mandapat pujian dari sana-sini. Mereka bahkan jauh lebih muda dari saya.

Toni Pogacnik, mantan pelatih Timnas asal Yugoslavia berujar bahwa Pele merupakan pekerjaan suatu bangsa. Saya jadi bermimpi bagaimana nantinya saya akan mendidik anak laki-laki saya untuk menjadi seorang pemain besar dan dikenal seantero negri ini. Dia nanti seketika keluar dari rahim ibunya ibaratnya kertas putih dan akan saya gambarkan sepakbola diatasnya.

Akan saya berikan ia nama Braga. Ya, Braga! Braga nanti akan tumbuh dan besar di lingkungan sepakbola, dimana anak-anak seumurnya mulai menggiring bola sejak kecil, menonton pertandingan sepakbola nasional secara langsung di stadion, dan menimba ilmu sepakbola di SSB. Setiap malam minggu ketika tim-tim dari liga Eropa bertanding, saya akan bangunkan dan mengajaknya menonton. Menanamkan kecintaan terhadap sepakbola tentu menjadi dasar.

Kelak Braga akan menjadi pemain spektakuler, dengan skill-nya menggiring bola menyisir sisi kanan atau kiri lapangan. Kemampuan drible dan melakukan cut inside akan memancing pemain lawan untuk menghentikannya, sebagian ingin men-tacle, dan ada pula yang ingin menjegalnya. Namun Braga nanti akan dibekali dengan kecerdasan yang luar biasa, kemampuannya yang mampu mencuri perhatian lawan akan dimanfaatkan untuk memberikan umpan matang kepada rekan satu tim.

Atau anggaplah nanti Braga akan menjadi seorang gelandang. Braga akan selalu dijaga oleh 2 hingga 3 pemain lawan, namun tetap mampu melepaskan umpan matang ke depan. Sedari kecil Braga akan menjadikan bola sebagai teman, menangis ketika bola nya diambil ataupun rusak dan menjadikan lapangan bola sebagai tempat bermain. Kelak, Braga akan meneteskan air mata ketika tim nya kalah atau tersingkir dari suatu turnamen, pertanda bahwa mentalnya sedang ditempa.

Di usianya yang masih belia nantinya Braga akan diberikan kontrak profesional, dan terus tumbuh hingga menjadi pemain kelas dunia.

Sekarang, anggaplah pernikahan saya 5 tahun lagi, tahun 2019, ketika saya berusia 28 tahun. Banyaknya anak yang saya inginkan sebanyak 3 orang, dengan rentang masing-masing anak 2 tahun. Simpelnya, anak pertama lahir 2 tahun pasca pernikahan (2021), anak kedua tahun keempat (2023) dan anak ketiga tahun keenam (2025), dan anggap saja anak laki-laki adalah si bungsu, maka tahun 2025 itulah program "pekerjaan bangsa" dimulai.

Pertanyaannya, pada tahun 2025 itu, atau 11 tahun lagi, seperti apa bentuk sepakbola negri ini? Masih carut marut kah? Dengan segala konspirasi didalamnya, pengaturan skor, wasit yang tidak profesional, hingga belum mandiri nya klub. Dan yang lebih parah, bagaimana bentuk pembinaan usia dini nantinya? Percuma segala bentuk program telah saya susun tetapi sistem disini tidak mendukung. Percuma saja bila segala bakat yang dimiliki anak bangsa akan kalah dengan titipan para petinggi. Percuma bila sepakbola masih saja menjadi kepentingan segelintir orang di kancah Pemilu.

Suatu saat anakku itu mungkin akan menemukan tulisan ini. Tulisan yang menjadi bukti impian calon seorang ayah kepada anaknya, bahwa program pendidikan sepakbolanya sudah dirancang bertahun-tahun sebelum kelahirannya. Sekaligus tulisan ini menjadi bukti bahwa dizaman ini, sepakbola kita masih dilumuti kecarut-marutan.

Let's kick the ball, Braga!!

Monday, November 12, 2012

0 Kita

Tulisanmu itu membuat berbagai ekspresi ku keluar. Tertawa kecil, senyum, hingga terdiam mendalam pertanda betapa seluruh kebahagiaan kita sedang lepas.

Benar, benar sekali. Aku dan kamu sudah kurang lebih 6 tahun mengenal, dan sudah menjalani berbagai riak kehidupan. Tapi, pernah kamu terpikirkan, bahwa yang selama ini aku dan kamu cari hanyalah sebuah bentuk nyata dari satu kata 'kita'? Aku dan kamu selalu bilang 'kita' dari dulu. Aku dan kamu selalu merancang geometri masa depan dengan 'kita' sebagai pelaku tunggal. Dan ternyata, Allah memang tidak tidur. Allah memberikan jawaban atas bagaimana bentuk 'kita' yang adil bagi aku dan kamu.

Bukannya menyatukan ataupun memisahkan aku dan kamu, tetapi Allah menyisipkan 2 orang pemain baru dalam panggung ini, dia-mu dan dia-ku, Shof. Aku dan kamu selalu dibutakan romansa dan indahnya masa lalu sehingga lupa bahwa sebuah kata 'kita' terdiri dari minimal 2 orang. Minimal! Bukan berarti harus 2. Kini kita beranggotakan 4 orang, kedepan mungkin 8 orang, mungkin juga 9.

Nanti kita akan berada dalam satu tempat dan berbahagia, dan berbincang, dan kita sadar bahwa itulah yang dinamakan 'semua akan indah pada waktunya'.

Nanti kita akan berada dalam satu tempat dimana masa lalu aku dan kamu terkuak, dan kita tertawa, dan kita malu, dan kita sadar bahwa itulah yang dinamakan 'semua akan lucu pada waktunya'.

Dari dulu aku dan kamu selalu berkutat tentang ikhlas. Keikhlasan ku lebih tepatnya. Karena kamu tentu ingat, kapan sih aku pernah ikhlas melepasmu? Setelah tau sedemikian indahnya akhir dari cerita panjang aku dan kamu ini, aku menyesal mengapa tidak dari dulu aku melepaskan belenggu dan berkata: "aku ikhlas!". Itulah mengapa Allah tidak tidur. Ia mau kita terlibat dalam proses-Nya.

Tapi...hei! Aku kembali ke tulisanmu 1,5 tahun yang lalu. Bisa-bisanya kamu mengajariku tentang nyali! Kini dengan jumawanya aku berkata bahwa aku sudah punya nyali. Hahaha!

Thursday, October 18, 2012

0 Crisis

Italia, dulu sempat menjadi magnet dan kiblat sepakbola dunia, dimana liga domestik, Eropa, hingga dunia mengenal klub dan tim nasionalnya. Dulu. Ibarat roda, sepakbola Itali sedang mengitari siklusnya. Masa-masa keemasan sedang semakin menjadi perbincangan yang tak relevan lagi. 2010, tahun dimana Inter Milan menjadi juara Eropa, seolah sudah terjadi lebih dari 2 dekade. Perputaran bahan obrolan sepakbola seakan begitu cepat meninggalkan tanah Itali.

Tahun ini semakin menjadi suram saja, scommessopoli datang ketika klub-klub sedang berada dalam kondisi finansial sekarat. Ketika konstelasi klub-klub sudah berada pada jalur yang tepat, kasus pengaturan skor merebak dan melibatkan pemain hingga pelatih. Jangankan terlibat dan menerima suap, tutup mulut seperti yang dilakukan Conte pun didenda berat.


Di bursa transfer klub-klub Itali sulit bersaing. Milan melalui 'Kojak' Galliani ditertawai presiden Montpellier ketika menawar Yanga Mbiwa dengan harga dibawah pasaran, Inter Milan kalah bersaing dengan PSG untuk mendapatkan Lucas Moura, Juventus menemui jalan buntu dalam usahanya mendapatkan Van Persie. Sepakbola Italia seakan hilang kemagnetannya dimata pemain top Eropa, yang pasti menganggap Inggris dan Spanyol sebagai tempat yang lebih nyaman dari segi pendapatan ataupun kekompetitifannya.

Tinggalkan sejenak Italia, kita lihat sepakbola Jerman. Klub-klub Jerman sempat mengalami krisis, namun sayang saya lupa kapan itu terjadi tepatnya. Cash flow klub yang pas-pasan menjadikan mereka harus jeli, jelas, dan tepat untuk urusan transfer. Beli semurah-murahnya, dan jual semahal-mahalnya. Pilihan pemain tentu berkisar antara pemain lokal, ataupun pemain murah meriah dari benua lain.

Hikmahnya, pemain-pemain asli Jerman mendapat minute play yang lebih banyak dan regenerasi berjalan lancar. Tak pelak Jerman kini menjadi produsen pemain bertalenta dan membuat klub-klub kaya Eropa ngiler lalu rela merogoh kocek dalam-dalam. Mesut Oezil, Sami Khedira, Marko Marin, dan Kagawa adalah produk-produk yang dicetak kompetisi Bundesliga.Imbas lainnya, Joachim Low justru kebanjiran stok untuk setiap pos pemain di timnas.

Jenjangnya kurang lebih demikian, pemain-pemain muda lokal biasanya bermain di klub menengah kebawah, entah itu asli binaan klub ataupun pinjaman dari klub papan atas. Bila bermaian apik, mereka akan 'naik pangkat' berupa dibeli klub yang lebih besar, yang berlaga di kompetisi Eropa. Ketika berlaga di Eropa dengan performa manawan, mental akan semakin terbentuk, dan level permainan kian meningkat, maka mereka akan berlabel the rising star. Selanjutnya tinggal meningkatkan kompetisi dengan bermain diluar ataupun berada di klub besar lokal.

Jangan palingkan perhatian dari ranah Spanyol yang menjadi sedemikian jayanya di dunia berkat strategi serupa. Pemain-pemain kian bermunculan dan bermain di level tinggi seakan-akan memaksa senior-seniornya pensiun dini. Seperti halnya candu, Jerman dan Spanyol tak ingin beranjak dari kursi nyaman ini. Parameter kesuksesan tim tak lagi diukur dari trofi yang terpajang, tapi juga pembinaan.

Sekarang, mampukah klub-klub Italia menerapkannya? Fakta yang menjadi tantangan terbesar disana saat ini adalah hanya Juventus satu-satunya klub yang memiliki stadion pribadi, lainnya masih numpang dari stadion milik pemerintah kota. Otomatis, pengeluaran klub menjadi bertambah, mengingat selain biaya pemeliharaan, mereka harus membayar fee atas peminjaman itu. Di tengah krisis yang melanda Eropa saat ini, pantas untuk ditunggu bagaimana kiprah klub-klub Italia di musim-musim mendatang. Mampukah mereka mengadaptasi blueprint sepakbola Spanyol dan Jerman?

Namun pertanyaannya, bila Spanyol, Jerman, dan disusul lagi Italia, serta negara-negara Amerika Latin terus memproduksi pemain, siapa yang akan membelinya? Ah, selama minyak masih menjadi bahan bakar utama, dan klub-klub Inggris masih dimiliki pengusaha Timur Tengah, pertanyaan terjawab sudah. Linier, selama itu pula kompetisi liga Inggris akan gemerlap, dengan pemain bintang dari berbagai penjuru dunia menyatu disana, serta fans timnas Inggris terus menunggu dan menunggu kapan trofi dipersembahakn timnasnya. Sebuah ironi, tapi tampaknya saya yakin penggemar sepakbola Inggris lebih legowo bila ini disebut sebagai sebuah konsekuensi. Iya kan? Namun bagi saya, itu adalah bentuk lain dari krisis untuk sepakbola Inggris.

Wednesday, October 17, 2012

0 What To Expect When You're Expecting

Lihat sekitar, ada saja orang-orang yang memiliki peran tak nyaman. Menjadi orang yang tepat, disaat yang tepat, dan berada di tempat yang tepat bukan hasil akhir tentang apa peran kita bagi orang lain.

Pernah cuma atau selalu menjadi tempat yang nyaman bagi seseorang ketika ia murung? Dan menjadi tempat yang tak layak dikunjungi ketika ia bahagia? Idealnya setiap orang ingin menjadi berguna bagi orang lain, membahagiakan orang, dan melepas kesedihan orang. Namun salah paham selalu terjadi pada akhir cerita. Berharap mendapat tempat di hati orang tersebut, tapi justru dijadikan tempat mampir dan melepaskan penat saja. Some heart is just a rest area.

Jangan salahkan orang. Bukankah niat dari awal adalah membantu tanpa imbalan? Kenapa ketika semua selesai berharap balasan setimpal? Cinta tak mempunyai satuan dan tak berdimensi. Kapan cinta datang, ia bukanlah waktu. Dimana cinta berada, ia bukanlah jarak. Dan seberapa besar cinta itu sendiri, ia bukanlah ruang.

Semakin beranjak dewasa, semakin tau bahwa peran ini tak mampu untuk lepas. Bisa saya menjadi sosok yang antipati dan apatis? Menjadi seorang pendengar itu bukan perkara gampang, tapi menjadi pendengar sejati itu hal yang mulia. Namun bagi orang yang lain, mungkin ini sebuah kutukan. Kutukan yang selalu menjadikan dirinya disempal harapan-harapan palsu tiap saat. Membawanya terbang melayang tinggi, dan dihempaskan ke bumi, berulang-ulang, dan oleh berbeda-beda orang.

Look inside, apakah selalu kita berada dipihak yang sedemikian kejamnya itu? Pertimbangkan pula kemungkinan-kemungkinan tentang orang lain yang justru mendapatkan perlakuan tak enak itu dari kita sendiri. Kita yang merasa selalu tertindas. Dan bagaimana bila orang lain tersebut adalah orang tua kita? Yang selalu kita jadikan tempat berkeluh kesah dan meminta nafkah, tapi justru dilupakan perannya ketika kita bahagia. Padahal mereka sudah menjadi pendengar yang luar biasa baik dan sabar.

Let her go, yakinkan Allah selalu punya rencana. Mungkin dia bukan yang terbaik, dan mungkin bukan yang tepat. Allah tau tiap kepingan yang cocok untuk kepingan-kepingan lainnya. Tapi, bukankah dia memang tak masuk rencana dari dulu dan sejak awal? Saya lupa, jawabannya di paragraf ketiga.

Bukan berarti jangan lagi berharap, bukan pula tidak lagi menjadi pendengar yang baik, tapi ikhlaslah. Allah tidak hanya ada di Jakarta atau di surga, Allah telah mengemas kotak kecil berisi imbalan atas usaha kita. Dan imbalan Allah tak harus diterima saat ini juga, karena imbalan Allah bersifat kekal, dan kekekalan itu sejatinya tak berdimensi.

Monday, September 3, 2012

1 Untold

Hitler, Mussolini, Palin? Atau Soeharto? Atau yang masih segar diingatan seperti Mubarrak dan Khadaffi? Silahkan pilih salah satu yang dianngap sebagai diktator.

Diktator dibagi ke dalam 2 masa, sebelum Perang Dunia II dan setelah Perang Dunia II. Sebelum PD II, diktator identik dengan keberingasan dan haus kekuasaan. Bla bla bla mengenai sepak terjang Hitler cs. tak akan sukar untuk dicari. Dunia mengenang mereka sebagai orang terkejam yang pernah ada di muka bumi ini.

Setelah PD II, tren mengalami pergeseran. Sadar bahwa berperang secara frontal akan menyudutkan mereka, para diktator mengubah pola kepemimpinan. Bukan lagi melawan, tapi justru bersekutu dengan negara yang mengaku memenangi PD II, Amerika Serikat. Di negri kita sendiri, lebih dari 30 tahun Soeharto berkuasa dan menyuplai asupan harta anak cucunya agar terjaga sampai 7 keturunan kelak. Mubarrak dan Khadaffi juga setali tiga uang. Ketiganya berkiblat ke negara adidaya Amerika Serikat. Kekayaan alam yang melimpah ruah di Indonesia, Mesir, dan Libya menjadikan AS merasa wajib menempatkan perwakilannya agar dapat menguasai energi dan mineral dalam diri Soeharto, Mubarrak, dan Khadaffi.

Bukan mengenai tokoh-tokoh diatas yang menjadi bahan perbincangan di ngobrol kupong kali ini, tapi adalah pengawas di asrama, insial KB.

KB, seingat saya, datang dan bekerja di asrama saat angkatan 3 masih bermukim di Pemali. Selentingan terdengar jika ia kurang bisa diterima di angkatan 4 kendati sudah sebagai pengawas disana. Angkatan 5, belum, ia belum berkuasa dan kesangarannya tidak begitu mampu menjadi angkatan 5 tunduk dibawah pengaruhnya.

Setahun pertama saya diasrama belum bisa menbaca pola-pola apa saja yang ia terapkan. Tahun kedua, atau ketika kami sudah punya adik kelas, muncul lah nama Tohari. Tahun ketiga, nama Duha naik ke permukaan. Kedua orang ini mendapatkan perlakuan yang sama dengan saya ketika pertama kali menginjakkan kaki di asrama. Kami bertiga seperti halnya Soeharto, Mubarrak, dan Pemimpin Libya yang harus tunduk kepada perintah AS. Kamilah perwakilan KB. Kami seperti halnya "terpilih".

Ketika Orde Baru masih berjalan, sering terdengar istilah "Asal Bapak Senang" dan "Berdasarkan Instruksi Bapak Presiden". Itu pula yang kami lakukan sebagai deputi KB. Segala instruksi yang ia berikan akan segera diteruskan sebagai misi mewujudkan "Asal Kakak Senang" dan mengawalinya dengan lafas "Kata Kak B...".

Saya pikir lagi jauh mundur kebelakang, bagaimana bisa ia mendapatkan orang-orang yang tepat? Ini jelas bukan gambling atau hom pim pa. Psikotes, menurut saya dari situlah ia mendapatkan gambaran. Saya belum menanyakan ini dengan Ayim, tetapi saya berkeyakinan inilah sumbernya.

Harus diakui bahwa ia salah satu orang yang gemar mengadakan mind game, ia terlihat maniak dengan hal-hal yang berbau psikologi, membaca karakter orang satu per satu dan menyelaminya dengan cara-cara berbeda pula. The Best Friend Ever, untung saya memiliki mereka. Saya tersadar ketika mereka banyak yang berkata bahwa saya terlalu tunduk atas instruksi KB, kurang lebih satu tahun. Menurut saya, ia terlalu memaksakan apa yang ia mau terhadap siswa diasrama. Ia membangun asrama sebagai kerajaannya dengan hukum tidak tertulis. Namun ia terkadang lupa bahwa 40 orang yang ada diangkatan 7 ini terlahir 1000 tahun sekali. Kamilah angkatan dengan kemajemukan watak. Ilmunya tampak belum cukup untuk meredam kehausan kami akan kebebasan dan kami menempatkan orang-orang seperti ia ke jajaran para diktator.

Setahun saya rasa cukup. Perlahan saya mulai menjauh dan justru memulai gerakan-gerakan yang Anti-KB. Pemikiran saya saat itu sederhana, apakah harus saya terus-terusan berada dipihak berseberangan dengan teman-teman? Lagi pula saya yakin, teman-teman saya bukan berasal dari keluarga setan yang akan menjerumuskan sesama teman. Dan bila boleh sedikit sombong, setelah saya resign, ia tak lagi punya kaki tangan yang bisa menguasai angkatan 7, sebaik saya.

Jadilah kami angkatan yang dicap paling susah diatur, bandel, liar, apalah. Semua hanya karena kami tak tunduk aturan KB. Tapi kami tumbuh dengan cara yang kami bilang kebebasan. Cukuplah pagar Pusdiklat PT Timah yang menjadi belenggu kami, tidak lagi untuk kepemimpinan dan hukum tak tertulis KB. Asah, asih, asuh malah kami dapatkan ketika KB tak pernah nampak ataupun resek ke angkatan kami. Kami lah anak, kami lah orang tua, kami lah kakak, dan kami lah adik bagi angkatan kami sendiri, Fantastic 40. Ah, coba dari dulu-dulu ini nama angkatan kami.

Apa benar kami ini angkatan yang paling paling paling kata oknum itu? Tanya dengan masyarakat Pemali, pernah kami bertikai atau rusuh dengan mereka? Pernah ada pemuda Pemali yang memanjat pagar asrama untuk mengajak duel anggota angkatan kami karena tersinggung setelah mengajungkan jari tengah kepada mereka? Pernah kami bertindak asusila? Aha, saya tahu, ini klise. Mungkin kami disebut demikian karena sesungguhnya mereka ingin kami terus dan terus belajar, dengan cara membenamkan kami. Atau mungkin, mungkin sih, ini bentuk frustasi karena kami tidak bisa dijadikan tunduk pada rezim KB dan kemudian kami disematkan ini itu? Yah, kriminalisasi lah bahasa kerennya! Seperti yang dilakukan kepada orang-orang bersih dan vokal di pemerintahan, DPR, ataupun parpol, seperti Antasari Azhar.


Saat ini saya kurang tau atau tepatnya tidak mau tau dengan asrama. Entah bagaimana kini disana, apakah kerajaan itu telah berdiri kokoh atau belum. Dan, bagaimana dengan para deputi kerajaan? Entahlah.

Friday, May 4, 2012

0 Pemeran Antagonis Sepakbola Modern

 "Dewasa ini permainan menyerang kerap dibumbui aksi diving dan permainan bertahan dihiasi kontak fisik yang cenderung ekstrim"
 Inggris adalah tanah lahirnya sepakbola, dan disana pula terdapat kompetisi tertua sedunia dan liganya yang dikenal terbaik seantero jagad. Namun bila kita menengok paling tidak 1 lustrum kebelakang, kiblat sepakbola telah berpindah ke Semenanjung Iberia, barat daya Eropa. Ya, tanah itu adalah Spanyol. Dan pergeseran kiblat dunia sepakbola ini harus diakui salah satunya karena dominasi Barcelona di Eropa. Nyaris di semua kompetisi yang mereka ikuti menampatkan klub yang bermarkas di Camp Nou ini pada unggulan pertama.

Jutaan hingga milyaran pasang mata tak hanya tertegun dengan rekor demi rekor yang telah terpatri, tetapi merasa seakan tak percaya ketika Barcelona kalah dari tim lain.Pada 2010 lalu, publik tentu masih ingat bagaimana ekspresi Jose Mourinho di Camp Nou ketika berhasil menyingkirkan anak asuhan Guardiola pada babak semifinal Liga Champions dan menjadi juara setelah mengalahkan Bayern Muenchen di kandang Real Madrid.


Kurang lebih 2 tahun berselang, pada ajang dan babak yang sama, dan pada tempat yang sama yakni Camp Nou, Barcelona kembali harus tertunduk lesu ketika mereka gagal melangkah ke final setelah disingkirkan Chelsea. Barcelona pun harus mengubur dalam-dalam impian mereka untuk menjadi juara back to back Liga Champions.


Entah kenapa, selalu ada pandangan skeptis dari publik ketika Bercelona kalah dan tersingkir. Setidaknya kita bisa menerka, alasan utamanya adalah taktik bermain yang diterapkan Inter Milan dan Chelsea. Mourinho dan Di Matteo benar-benar mampu membuat pemain Barcelona frustasi dengan taktik yang mereka terapkan. Kuncinya sama, catenaccio dan counter attack.


Pada 2010 di Giuseppe Meazza, Inter Milan menang 3-1 lewat permainan yang efektif. Tak banyak menguasai bola dan mampu mengkonversi peluang sekecil apa pun menjadi gol. Di Camp Nou mereka tak mampu membuat gol, yang mereka lakukan adalah bertahan dan bertahan. Alhasil, Barcelona hanya mampu mencetak satu gol dan itu tak mampu untuk menyamakan agregat gol.


Pada 2012 di Stamford Bridge, Barcelona seakan déjà vu dengan permainan Chelsea, mengingatkan mereka dengan pertandingan 2 tahun lalu di Italia. Adalah Drogba yang mencetak satu-satunya gol pada pertandingan itu setelah memanfaatkan kesalahan kecil yang dibuat Messi. Melawat ke Spanyol, Chelsea pantas jumawa karena justru mampu membuat 2 gol untuk memaksa hasil akhir menjadi 2-2 hanya dengan 10 orang pemain setelah John Terry diusir wasit.


Usai pertandingan itu, Chelsea banjir pujian dan juga makian. Di Inggris tentu saja mereka dielu-elukan karena menjadi penyelamat muka sepakbola Inggris sekaligus penegasan bahwa kiblat sepakbola itu belum sepenuhnya berpindah ke Spanyol. Namun dilain pihak mereka dikecam karena taktik mereka yang anti football atau bahkan menjurus ke character assassination terhadap permainan Barcelona yang indah dan menyerang. Nada sinis dan skeptis salah satunya keluar dari legenda Jerman, Gunter Netzer. Menurutnya, Chelsea memperagakan permainan yang konyol dan menghalalkan segala cara untuk mencapai final, bahkan bukan tak mungkin dengan cara yang sama untuk merengkuh trofi Liga Champion pertamanya kelak.


Namun sebagai seseorang yang netral (bukan fans Barcelona dan Chelsea), saya menilai bahwa permainan Chelsea sama sekali tak mencederai sepakbola. Tak ada aturan yang melarang permainan ultra defensive dan Chelsea tak melanggar aturan apapun. Mereka bermain dengan sportif, aksi-aksi 'teatrikal' pun tak banyak terjadi. 3 gol yang dicetak Chelsea di 2 leg semifinal lahir dari permainan fair dan bukan dari penalti kontroversi atau 'hadiah' dari sang pengadil.


Bermain seperempat lapangan dan hanya menempatkan satu striker didepan jelas bukan pertanda bahwa Chelsea tim pengecut yang tak berani bermain keluar menyerang untuk meladeni Barcelona. Sebagai caretaker, Di Matteo patut disanjung karena kecerdasannya dalam mengambil keputusan. Sadar bahwa ia hanya pejabat sementara dan mulai bekerja saat kompetisi sudah bergulir, ia pun tak punya banyak pilihan mengenai komposisi pemain. Lantas, ia hanya menerapkan strategi yang dirasa tepat dengan karakter pemain-pemainnya. Patut diingat, beberapa pilar Chelsea saat ini adalah warisan dari Mourinho.


Mendaratnya berbagai cibiran dan kritikan ke kubu Chelsea hanya karena publik yang kadung jatuh cinta dan terhibur dengan permainan Barcelona. Di Matteo jelas lebih mengutamakan tiket final ketimbang standing applause dari penononton karena mereka bermain menyerang meskipun harus kalah dan tersingkir.


Pencinta konsep total football dan anti football selalu bersebrangan dan tak bisa bertemu dalam satu persepsi yang sama. Dewasa ini permainan menyerang kerap dibumbui aksi diving dan permainan bertahan dihiasi kontak fisik yang cenderung ekstrim. Dua-duanya menandakan bahwa kedua konsep ini bukanlah konsep yang maha benar dan tanpa cacat. Menyerang dan bertahan adalah dua konsep yang bersebrangan dan keduanya dihalalkan dalam sepakbola. Hanya saja, bila ini dituang dalam kisah sinetron, permainan bertahan terkadang berperan sebagai pemeran antagonis.

Monday, April 16, 2012

0 Lubang Jarum Ke-3


"Apakah Anda mencintai timnas Indonesia?"
"Anda pikir untuk apa saya datang kesini?"

Petikan percakapan itu hadir di sela-sela Acara BBM Show yang disiarkan Indosiar. Saat itu Alfred Riedl datang sebagai tamu dan menjawab beberapa pertanyaan di acara itu. Seperti biasa, sikapnya yang dingin dan mahal senyum masih terlihat jelas di wajahnya yang kian menua.

PSSI versi La Nyalla Mattalitti (LNM) melakukan langkah cepat usai kongres KPSI dengan memasukkan nama Riedl dan Rahmad Darmawan untuk mengisi pos pelatih timnas senior dan U-23. Indonesia yang sudah menjadikan Riedl dan istri sebagai tempat tinggal yang nyaman, ditambah kedekatannya dengan banyak pihak ketika berada di Indonesia menjadikan rencana PSSI versi La Nyalla itu bak gayung bersambut. Tak nampak sedkit pun kode penolakan dari pria Autria itu.

Tak mau ketinggalan, PSSI versi Djohar Arifin Husain (DAH) pun menunjuk arsitek tim Kebau Sirah Semen Padang, Nil Maizar sebagai pelatih kepala timnas senior. Ditambah lagi kebebasan untuk menyeleksi pemain termasuk mereka yang tergabung di ISL, liga yang pada rezim DAH ini dianggap sebagai breakaway league. Kedua PSSI ini tengah bersiap-siap untuk mengikuti turnamen Al-Nakba di Palestina, 13-23 Mei nanti.

Kita semakin gusar dan gundah saja melihat sepakbola kita. Kini kita punya 2 federasi sepakbola dan 2 tim nasional. Entah dimana lagi kita harus menempatkan konsentrasi. Padahall infrastruktur masih minim, pembinaan usia dini masih jauh panggang dari api, federasi yang bertugas menyelesaikan masalah pun masih sedang mencari jati diri.

Lubang Jarum Ke-3

Kisruh sepakbola kita dimulai saat kepengurusan Nurdin Halid, dengan tema saat itu adalah statuta. Ya, saat itu statuta menjadi perdebatan panas dimana PSSI dituding melakukan penyelewengan. Timnas saat itu terancam gagal tampil di Piala AFF bahkan bisa-bisa dikenakan larangan tampil di kancah internasional akibat keributan pengurus, dualisme kompetisi, serta campur tangan pemerintah. Namun rintangan mampu kita tebas, timnas berlaga di Piala AFF dan kemudian rezim Hurdin Halid pun tumbang.

Singkat cerita, DAH naik singgasana PSSI. Hari itu adalah hari Sabtu, dan pada hari Rabu ia langsung membuat publik terhenyak ketika memecat Riedl. Keputusan yang membuat banyak orang berang mengingat Riedl telah kadung menjadi pujaan. Dampak memang tak terasa karena timnas mampu melangkah ke putaran kualifikasi Piala Dunia 2014. Walau pada akhirnya timnas kita babak belur dikalahkan Bahrain 10-0 pada laga terakhir kualifiasi grup.

Belum genap setahun, PSSI kisruh lagi. Kali ini masalah format dan peserta kompetisi yang menjadi pemantik api. Tak kunjung ketemu titik ekuilibrium, muncullah dualisme kompetisi. Seperti ketika era NH, pelakunya masih sama yakni IPL dan ISL. Hanya saja kali ini IPL berada ditangan penguasa sehingga dianggap liga yang legal dan ISL sebaliknya. Lagi-lagi, media menghembuskan berita tak sedap bahwa timnas U-23 akan dilarang tampil di SEA GAMES 2011 dimana Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaranya. Dan lagi-lagi, kita lolos dari lubang jarum untuk yang kedua kalinya.

Piala AFF 2012 akan menjadi 'cobaan' pertama bila sanksi FIFA benar-benar datang dalam waktu dekat. Lantas geliat apalagi yang akan dilakukan PSSI? Lobi tingkat tinggi seperti yang telah dilakukan sebelum-sebelumnya? Yang pasti, kisruh PSSI kini jauh lebih panas ketimbang sepakbola itu sendiri.

Saturday, March 10, 2012

0 Football Manager

Jujur saja, ini adalah game yang paling monoton yang pernah saya mainkan, dan juga diamini oleh beberapa gamer yang saya temui di dalam beberapa forum FM. Tapi seakan mengandung sihir, game ini tak pernah bosan untuk dimainkan. Bagi saya, game ini bisa menyalurkan kegilaan pada sepakbola, bisa mengaplikasikan taktik klub-klub favorit, hingga menjadi 'bahan ajar' untuk meluaskan pengetahuan akan sepakbola.

Sebagai contoh, kita bisa tau track record pemain A mulai dari youth team hingga klub dimana ia sekarang berada. Kita juga bisa menciptakan fantasi kita pada tim favorit, semisal menginginkan Ibrahimovic berduet dengan Benzema, atau memasukkan pemain legenda dalam jajaran staff. Bahkan, kita juga bisa bertingkah kontroversial seperti Jose Mourinho dengan melancarkan serangan-serangan kepada pelatih lain.

Mungkin terasa biasa saja atau bahkan hambar bagi rekan-rekan yang belum pernah memainkan game ini, persis seperti yang saya alami 4-5 tahun lalu. Namun setidaknya sihir dari game ini dirasakan langsung oleh pengurus klub Inggris, Everton. Pada 2008 lalu Everton meneken kontrak dengan Sport Interactive selaku pemilik dari game ini. Everton menggunakan database pada FM untuk dijadikan acuan scouting pemain-pemain muda. Masuk akal memang, karena parameter-parameter yang ada di FM cukup mewakili bahkan kompleks terhadap skill individu pemain.

FM mempercayakan database yang mereka punya berdasarkan 1000 pemandu bakat di 50 negara untuk memonitor sekitar 20.000 tim. Dan dengan kerja sama ini Everton akan mendapatkan exclusive access dari database FM.

Salah satu bukti paling sahih keakuratan data FM adalah ketika Wayne Rooney dan Lionel Messi dilabeli wonderkid dan diprediksi akan menjadi pemain termahsyur didunia. Dan sekarang, prediksi itu memang benar terbukti.


Semoga saja FM menambah jumlah scout-nya di Indonesia, karena bagi saya data yang diberikan belum begitu akurat seperti aslinya. Mulai dari pemain hingga kompetisi. Namun ada juga beberapa gamer yang melakukan improvisasi sendiri dengan menambah patch kompetisi-kompetisi lokal dan regional. Mungkin Indonesia bisa menjadi negara pertama yang teken kontrak dengan Sport Interactive untuk membantu kinerja pelatih tim nasional. Bahkan, bila mungkin, juga dimasukkan data mengenai pengurus asosiasi sepakbola. Seperti kemampuan mengurus liga, merangkul golongan lain, kerentanan terhadap korupsi, hingga kemampuan mengakhiri konflik.

Bagaimana, Pak Djohar, Menpora, KONI, dan kelompok yang merasa selalu tertindas?
 

Gemahpedia Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates